Atambua, medikastar.com
Aloysius Haleserens yang maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Belu 9 Desember 2020 sebagai bakal calon wakil bupati berpasangan dengan dr. Agustinus Taolin adalah seorang birokrat tulen. Pengalamannya di birokrasi selama 27 tahun pada berbagai posisi menjadi bekal baginya untuk mengubah wajah Belu menjadi lebih baik.
Lulus pada tahun 1991 dari Universitas Pembangunan Nasional UPN Veteran Yogyakarta sebagai Sarjana Ekonomi, putra Hendrikus ST Haleserens dan Wilhelmina Olo (alm) ini kemudian bekerja sebagai pegawai di salah satu Bank di Jakarta. Tahun 1993, ia lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi NTT dan ditempatkan di Kabupaten Belu.
Pada 2002 ia melanjutkan pendidikan Master Manajemen di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta dengan konsentrasi pada bidang Sumber Daya Manusia (SDM).
Selesai studi, ia kembali ke BKKBN Belu sebelum beralih dari satu dinas ke dinas lain. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pendataan dan Penetapan Dinas Pendapatan Daerah, Kabid Statistik dan Pelaporan (Stapel) Bappeda, Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), dan terakhir sebagai staf ahli bupati Belu sebelum pensiun dini pada 1 April lalu.
Keputusannya untuk maju dalam Pilkada Belu berangkat dari keprihatinannya melihat situasi Belu yang baginya membutuhkan perubahaan. Birokrasi yang tak terkelola dengan baik dan kondisi masyarakat yang sulit adalah alasan yang membuat suami dari Rinawato BR Perangin Angin ini terjun dalam pesta demokrasi Pilkada Belu 2020. Baginya, kekuasaan sebagai pemimpin Belu adalah jalan utama untuk mengubah kondisi tersebut.

Strategi Pembangunan
Lalu, apa yang ditawarkan ayah dua anak ini untuk perubahaan Belu seperti tagline yang ia dan dr. Agus Taolin usung dalam pesta demokrasi ini, “Sehati Menuju Perubahan”? Ditemui Selasa (4/8/2020), ia menjelaskan beberapa strategi yang akan ia dan dr. Agus lakukan untuk Belu yang Sehat, Berkarakter, dan Kompetitif seperti visi mereka.
Pertama, pembangunan yang akan mereka lakukan berbasis data dan kajian dengan melibatkan seluruh stakeholder dan masyarakat. “Yang harus kita lakukan pertama itu data. Data hukumnya wajib. Data itu sebagai bahan kita lakukan perencanaan. Salah data, perencanaan kita salah,” ujarnya.
Menurutnya, pengalamannya di BKKBN selama 12 tahun memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam pendataan. Karena baginya, BKKBN merupakan salah satu institusi yang sangat andal dalam hal data.
“Di BKKBN itu ada namanya mekop (mekanisme operasional). Itu sangat terukur. Semuanya dicatat. Misalnya orang miskin. Ada data namanya R1KS, sampai menetapkan orang itu tergolong pra sejahtera (miskin). Kalau orang ini miskin karena rumah berlantai tanah maka kita tahu intervensinya,” ujar Haleserens.
Selama beberapa bulan terakhir, ia dan dr. Agus sudah turun ke masyarakat untuk menjaring aspirasi dan keluhan masyarakat. Semua itu dicatat dan akan disinkronkan dengan hasil musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) di berbagai level pemerintahan.
Karena itu menurutnya, langkah selanjutnya setelah data adalah perencanaan. Perencanaan itu tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Daerah (RPJMD). Perencanaan tersebut akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Dan komitmen dan konsistensi menjalankan RPJMD menjadi unsur penting keberhasilan perencanaan tersebut.
“Selama ini lemah kita di komitmen dan konsistensi. Kalau kita sudah komit tentang sebuah perencanaan RPJMD itu kita konsisten untuk melaksanakan itu. Jangan malam saya mimpi besok pagi saya bikin. RPJMD itu garis-garis besar haluan daerah. Kita punya target dan pegang teguh itu,” terangnya.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah monitoring dan evaluasi secara transparan, akuntabel, dan berkala. Peran ini harus dimainkan secara baik oleh seluruh komponen, baik oleh birokrasi maupun masyarakat umum. Karena itu, menurutnya, mesin birokrasi harus dikelola secara baik.
Terkait manajemen birokrasi, Haleserens mengatakan akan mengedepankan prinsip the right man on the right place. Orang ditempatkan sesuai latar belakang dan kapasitasnya sehingga dia tahu strategi dan kebijakan yang tepat. “Sekarang ini birokrasi seperti pipa macet. Pengelolan SDM-nya juga tidak bagus,” ujar pria kelahiran Atambua 13 Agustus 1965 tersebut.
Di samping itu, pembinaan mental (integritas) birokrasi juga akan diperhatikan sehingga mereka tidak terjebak mental koruptif dan ABS (asal bapa senang). Dan menurut Haleserens, integritas itu harus dimulai dari pemimpin.
“Seperti ikan, kalau kepala sudah busuk ikannya rusak. Kita tidak bisa tegur bawahan kalau pemimpinnya sudah rusak duluan. Pemimpin harus jadi contoh dan teladan,” tegas dia.
Karena itu, menurutnya seorang pemimpin harus mendengarkan suara hati dalam mengelola kekuasaan. Memimpin dengan hati berarti memperjuangkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongannya.
Baginya, keberhasilan seorang pemimpin terletak pada tersedianya akses memadai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, air bersih dan infarstruktur publik.
“Kalau ingin melakukan perubahan jangan tunduk terhadap kenyataan, asalkan kau yakin di jalan yang benar maka lanjutkan,” Abdurrahman Wahid.
Keputusan Alo Haleserens untuk maju dalam pensiun dini dan maju dalam Pilkada Belu 9 Desember 2020 demi membawa perubahan di Belu seolah menggenapi pernyataan Gus Dur yang berbunyi: “Kalau ingin melakukan perubahan jangan tunduk terhadap kenyataan, asalkan kau yakin di jalan yang benar maka lanjutkan.” (*/Red)