Jangan Anggap Enteng, Rabies Tengah Mengancam Kita

Medikastar.com

Penyakit rabies telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Per Juni 2023, terjadi 5.940 kasus rabies di NTT dengan 10 orang meninggal. Kasus terbanyak terjadi di Timor Tengah Selatan (TTS) dengan 515 kasus.

Kasus rabies di TTS pertama kali ditemukan di Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan, tempat salah satu korban meninggal dunia. Sejak itu, kasus gigitan anjing menyebar ke 21 desa di sembilan kecamatan di kabupaten tersebut. Sebagian besar korban adalah anak-anak dan remaja yang bermain dengan anjing peliharaan atau tetangga.

Dalam tiga tahun terakhir (2020-April 2023), rata-rata kasus GHPR (Gigitan Hewan Penular Rabies) di NTT sebanyak 82.634 dengan kematian 68 orang per tahun. Kasus tertinggi dilaporkan pada 2022 yang mana jumlah kasus GHPR sebanyak 104.299 dengan 102 kematian. Ini menunjukkan betapa pentingnya kita tidak menganggap enteng ancaman rabies ini dan mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah penyebarannya.

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi, Pius Weraman, melalui BBC Indonesia menyebutkan bahwa kasus rabies sudah lama ada di Pulau Flores, bahkan sejak 1997. Namun, ini adalah pertama kalinya penyakit rabies menjangkit Pulau Timor setelah puluhan tahun. Ia menduga penyebaran rabies ke Pulau Timor ini disebabkan oleh perkembangan transportasi dan akses antar-pulau yang semakin meningkat. Hal ini memungkinkan hewan penular rabies (HPR) dengan mudah masuk ke daerah yang sebelumnya belum pernah terjangkit.

Pius mengungkapkan perlunya pemerintah daerah segera mengeluarkan larangan yang mengatur mobilitas hewan untuk mencegah penyebaran rabies lebih lanjut. Meskipun belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur hal tersebut, langkah-langkah konkret perlu segera diambil agar hewan yang terinfeksi rabies tidak dapat berpindah ke kabupaten lain.

Namun, selain mobilitas hewan, Pius juga menyoroti kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dalam pencegahan dan pengobatan rabies. Sarana dan obat, termasuk vaksin, terbatas di Puskesmas dan rumah sakit di daerah terdampak. Diperlukan perencanaan dan langkah-langkah lebih lanjut dari pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat untuk memastikan ketersediaan logistik dan penanganan yang memadai.

Kadis Peternakan NTT, Yohana Lisapaly (tengah) didamping Kadis Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil NTT, Ruth Laiskodat (kanan) dan Kabiro Administrasi Pimpinan Setda NTT, Pricilla Parera (kiri) saat menyampaikan keterangan pers pada Jumat, 23 Juni 2023. Foto: Roni Banase/Garda Indonesia

Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (Dinkesdukcapil) NTT, Ruth Laiskodat, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirim permohonan penambahan jumlah vaksin anti-rabies (VAR) dan serum anti-rabies (SAR) ke Kementerian Kesehatan. Namun, stok vaksin dan serum di provinsi NTT sangat terbatas dan tidak mencukupi untuk menangani jumlah kasus yang terus bertambah.

Ruth juga menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya rabies dan cara pencegahannya. Ia mendorong masyarakat untuk segera melapor ke puskesmas atau rumah sakit jika mengalami gigitan anjing atau hewan lain yang diduga terinfeksi rabies. Ia juga menekankan pentingnya menghindari pengobatan tradisional atau lokal yang tidak terjamin keamanannya.

Pemerintah Provinsi NTT melalui Kepala Dinas Peternakan, Johanna Lisapaly, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam upaya pencegahan penyebaran rabies. Ia meminta masyarakat untuk memvaksinasi anjing peliharaan mereka, mengikat atau mengandangkan anjing peliharaan, atau menyerahkan anjing liar kepada pihak berwenang. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan tidak memberi makanan anjing dengan sampah atau bangkai hewan.

Ahli mikrobiologi-epidemiologi Maria Geong menjelaskan bahwa rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular dari hewan ke manusia melalui air liur atau gigitan. Gejala rabies pada manusia biasanya muncul setelah beberapa minggu atau bulan terpapar virus. Gejala awal meliputi demam, nyeri kepala, lemas, mual, dan nyeri pada bekas gigitan. Gejala lanjutan meliputi kesulitan menelan, air liur berlebih, kram otot, halusinasi, kejang, dan koma. Tidak ada pengobatan spesifik untuk rabies dan korban biasanya meninggal dalam beberapa hari setelah gejala muncul.

Maria menekankan pentingnya vaksinasi hewan penular, terutama anjing, yang merupakan sumber utama penularan rabies di Indonesia. Deteksi dini dan pemberian vaksin anti-rabies serta serum anti-rabies kepada orang yang tergigit anjing sebelum gejala muncul juga sangat penting. Edukasi dan kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies dan cara pencegahannya juga menjadi faktor kunci dalam mengatasi masalah ini.

Kesadaran akan seriusnya ancaman rabies harus menjadi prioritas bagi pemerintah dan masyarakat. Tindakan pencegahan yang tepat, seperti pengendalian mobilitas hewan, peningkatan ketersediaan vaksin, sosialisasi kepada masyarakat, dan peran aktif pemilik hewan peliharaan, akan membantu mengatasi penyebaran rabies dan melindungi masyarakat dari penyakit yang mematikan ini. Jangan anggap enteng, mari bersama-sama melawan rabies dan menjaga keamanan dan kesehatan kita. (*)

Baca juga: Penjabat Wali Kota Buka Pelatihan Cegah Stunting Dinkes Kota Kupang